Setegar hati Najwa
“pesan
umi untukmu anak gadisku, jadilah istri yang patuh kepada suaminya. Selama
dalam jalan yang tidak di murkai Allah. Tunduklah kepadanya dengan syukur,
pandai mendengarkan perintah. Buatlah mata hidungnya senang, jangan sampai matanya
memandangmu dalam keadaan jelek, dan hidungnya mencium bau tak sedap darimu.
Perhatikan makan dan tidurnya, karna lapar akan membangkitkan amarahnya, begitu
juga dengan mengusik tidurnya bisa mengundang amarah. Jagalah harta dan
keluarganya. Karna memiliki harta adalah takdir yang bagus. Menyakiti
keluarganya sama saja dengan menyakiti dirinya”
Najwa mendengarkan dengan
begitu seksama, hingga tanpa sadar butir-butir halus mulai bercucuran dari
sudut matanya yang indah. Usai mencium tangan ibunya, ia memohon untuk di
doakan kebaikan untuk keluarga yang akan di tempuhnya bersama laki-laki yang
baru di kenalnya dari perjodohan orang tuanya, dengan harapan agar senantiasa
di limpahkan rahmat dari sang maha penguasa. Kemudian ibunya meninggalkannya
seorang diri di kamar yang penuh dengan bunga, kamar pengantin.
Rengekan pintu terdengar di
balik ranjangnya, ia dengan lekas menghapus sisa air mata. Bangkit dari tempat
tidur untuk menyambut lelaki yang kini jadi suaminya itu, zulmi
“assalamualaikum, mas” sapanya
hangat, penuh senyum
Laki-laki itu acuh,
jangankan menjawab salamnya. Melihat kearahnya saja tidak. Seperti di abaikan.
Tapi najwa tak membiarkan hatinya berprasangka yang tidak-tidak pada lelakinya
itu. Pikirnya, mungkin ia sedang lelah karna acara walimah tadi. Atau mungkin
dia masih merasa malu karna baru pertama kali bertatapan atau lebih dekatnya,
sekamar dengannya.
Malam menunjukkan jam 22:00,
seperti biasa kebiasaan najwa sebelum tidur tak ingin ia tinggalkan walaupun
posisinya sudah sebagai seorang istri, shalat sunah dua raka’at. Ia pandangi
suaminya yang tetap dengan kemeja tidur lepas di ranjang pengantin. Masih tanpa
sapa seperti pengantin kebanyakan. Najwa membenahkan dirinya seusai shalat.
“mas, tak mau bersih-bersih badan dulu kah?,
biar tidurnya lebih enakan” katanya sopan di samping suaminya yang terbaring.
“hey, sejak kapan aku membolehkanmu mengatur hidupku. Dasar
perempuan!”
Allahu akabar!, jantunganya
berguncang hebat. Adakah yang salah atas sikapnya?, ataukah sebegitu lancang kah
ia untuk memberikan perhatian pada suaminya sendiri?, astaghfirullah, perasaan
yang berbeda seketika berperang dahsyat dalam dirinya. Ia merasa bersalah karna
baru saja ia hidup dengan suaminya ia sudah membuatnya murka. Padahal masih
berjarak beberapa jam saja dari nasehat ibunya. Akhirnya, perasaan
bermacam-macam itu dengan sendirinya ia tanggalkan, karna dikalahkan oleh rasa
kantuk yang begitu saja menyuruhnya untuk istirahat.
****
Ia lupakan semua kejadian
semalam. Meyakini saja bahwa sikap suaminya tak lain hanyalah bawaan dari rasa
lelah yang di rasakannya. Malam pertama terlewati dengan begitu saja. Najwa
ingin mengawali pagi ini dengan bermesra pada yang memiliki hidup. Istiqamah
shalat malam. Dengan pelan ia meninggalkan ranjang, berjalan menuju kamar mandi
penuh hati-hati agar zulmi tak trerbangunkan karna dirinya.
Begitu deras tuhan
mengalirkan kedamaian atas jiwa seorang hamba yang ingin mendekatkan dirinya
kepada yang maha kuasa. Sujud yang panjang, adalah cara tuhan mendengarkan
seruan hambanya dengan sedekat-dekatnya. Dalam kesunyian di sepertiga malam,
tuhan menjanjikan kepada setiap umatnya yang berdoa kepadanya dengan rasa
ikhlas, untuk di angkat dan lebih mudah makbul. Bintang bertaburan sebagai
tanda kuasa tuhan yang tak pernah dapat di ciptakan bentuk serupa sepertinya
oleh manusia yang berakal dangkal, dan tak berdaya. Subuh ini, najwa memimpikan
untuk bisa shalat berjama’ah dengan suaminya, namun hal itu tidak
didapatkannya. Shalat masing-masing.
Pagi ini. Ia berusaha
menyiapkan masakan untuk suaminya. Najwa menanyakan kepada beberapa keluarganya
untuk menayakan masakan kesukaan zulmi. Ternyata tidak terlalu sulit. Hanya mie
ikan kuah dan minuman jus apel di pagi hari. Dengan semangat ia mulai cekatan
memasak dengan harapan suaminya akan senang dan menyukai maskaannya. Masakan
yang sudah tentu enak, karna selain ia pandai membantu ibunya untuk memasak, ia
juga memiliki keterampilan dalam menu-menu yang ia pelajari dengan cepat untuk
di praktekkan dengan hidangan yang istimewa pula dari seorang istri.
Zulmi mulai menuruni tangga
rumahnya dengan membetulakn kancing baju di tangan kirinya.
“selamat pagi mas. Sarapan dulu yuk. Sudah
kusiapkan masakan kesukaanmu..” ucapnya dengan sesungging senyum
“makan kau saja dulu, aku takut terlambat.
Nanti makan di kantor saja” belum sempat ia mencium tangan suaminya sebelum
pergi bekerja, ia sudah disirami rasa kecewa, karna lelahnya sama sekali tak
terbayarkan. Namun ia tetap mengantar suaminya sampai kedepan pintu rumah. Ia
abaikan semua sikap suaminya yang begitu dingin, karna tak selamanya sikap
manusia yang kasar akan menjadi kasar jika kita sikapi dengan sabar dan penuh
kehangatan, maka tuhan hakikatnya hanya menyruh untuk menuggu waktu dengan
penuh keikhlasan.
***
Waktu berjalan dengan begitu
cepat. Namun masih saja sikap zulmi seperti itu saja tak berubah. Sampai
terbesit dalam pikirnya, mungkinkah ada perempuan lain yang menjadi alasan
sikap suaminya demikian. Ataukah ia hanya menjalani rumah tangga ini dengan penuh
keterpaksaan. Ahh, semua tetap berjalan begitu saja, bahkan masih mujur jika
hanya sikap dingin itu yang najwa rasakan, tak jarang jika tamparan-tamparan
keras sering ia rasakan akhir-akhir ini. Masih dengan sikap yang tidak dapat di
mengerti. Bagaimana ia dapat mengerti, jika tiba-tiba saja ketika ia bertanya,
sama saja dengan orang terdakwa dengan kesalahan yang begitu besar. Pernah
waktru itu ia mencambuk najwa dengan ikat pinggang sepulang kerja, karna najwa
lancing membukakan dasinya dengan niatan ingin membantunya. Malah salah di mata
suaminya. Terlambat menyediakan air hangat untuk mandi, najwa malah di kurung
berjam-jam dalam kamar mandi. Semua itu masih terasa tak seberapa jika di
bandingkan dengan perlakuan zulmi saat mengajak najwa ke sebuah mall untuk
belanja keperluan rumah tangga, karna
terlalu lama menunggu najwa yang membayar pada kasir karna antre yang
waktu itu dikatakan cukup ramai, ia memarahi habis-habisan di depan umum dengan
menyeret tangannya dengan begitu kasar setelah di tamparnya berkali-kali.
Hingga membuat bengkak di antara pipi dan pelipisnya.
Najwa masih saja menutupi
perlakuan yang sering di terima dari suaminya dengan tidak hormat itu kepada
keluarganya. Walaupun beberapa dari mereka sudah tau dari satpam yang bekerja
dirumahnya setiap hari. Namun najwa selalu menyimpan kepedihan hatinya, dengan
mengatakan bahwa semua itu terjadi karna keteledoran dan kesalahan yang ia
perbuat, bukan karna sikap suaminya yang kasar. Bahkan ia selalu membuat-buat
cerita bahwa suaminya selalu memberikannya kejutan dan hadiah kepadanya dengan
perlakuan yang begitu romantic. Yah, memanglah semua berbanding jauh dari apa
yang sebenarnya terjadi namun semuanya itu ia lakukan semata untuk menghormati
suaminya dan memperlakukannya tetap sebagai orang nomor satudalam hatinya.
Hanya meyakini sebuah do’a,
yang tak pernah ada hijab tebal untuk tuhan mengabulkan do’a hambanya yang
bersungguh-sungguh. Merintih dengan air mata yang mulai kering, karna terkuras
dengan kepedihan hati dan luka yang masih begitu menganga di wajahnya. Ada apa
sebenarnya dengan rencana Allah?, apakah ada yang salah dari pernikahannya?,
ataukah ia hanya ingin menguji kesabaran dirinya untuk di tempatkan pada posisi
perempuan-perempuan beriman tinggi dengan kesabaran yang tak pernah berujung.
Terkadang ia merasa bersalah kepada tuhan karna tidak mensyukuri setiap detik
yang di takdirkan tuhan untuknya. Bukankah semua tak pernah ada yang sia-sia?
Bukankah tuhan tak pernah tidur untuk melindungi dan melihat setiap hati yang
berkata dan air mata yang berucap dari hambanya?, bukankah setiap semua yang
terjadi akan ada hikmahnya?, dan bukankah setiap ujian yang tuhan berikan tak
pernah berlaku selamanya dan akan ada akhir yang indah?. Dan, ya Allah, jika
bukan karnamu, betapa banyak orang-orang yang telah bunuh diri karna merasa tak
ada jalan lain selain dengan mengakhiri hidup dengan cara yang begitu tragis,
dan semua itu di karna melemahnya iman?, oh betapa beruntungnya aku. Bimbinglah
diri ini yang hina dengan penuh keikhlasan. Bisiknya dalam hati setiap selesai
shalat.
***Pagi ini, rumah seperti
biasa tampak sepi. Hanya suara radio yang terdengar dari pos satpam di depan.
Najwa masih tak meninggalkan shalat yang di istiqamahkan untuk mensyukuri
nikmat tuhan hari ini. Zulmi telah meninggalkan rumah pagi mentah tadi.
Katanya, ada urusan di kantornya yang harus segera di selesaikan, tak bisa di
tunda. Walaupun tak sesering suami-suami pada umumnya yang biasanya inginkan
menyantap sarapan pagi di rumah bersama keluarga, namun najwa sudah terbiasa
dengan hal itu. Bahkan ia tak pernah lupa untuk membawakan bekal makanan untuk
suaminya jika didapati suaminya berangkat dengan peut kosong, dengan menu yang
berbeda tapi tak pernah luput dari jus apel, kesukaannya. Tak bermasalah jika
makan bersama keluarga kecilnya tak sesering keluarga harmonis lainnya, ia
hanya percaya bahwa semua akan indah pada waktunya.
Hari ini adalah hari ulang
tahun pernikahan najwa dan zulmi yang pertama. Pagi ini pula najwa telah
memiliki rencana untuk memberikan kejutan sederhana kepada suaminya jika sudah
pulang bekerja nanti. Yaitu dengan memberikannya kue coklat buatannya kepada
suami tercinta. Ia akan belajar membuat kue coklat itu pada bu rosa pagi ini.
Dan akan membuatkannya sore nanti. Agenda ini telah di rancangnya jauh hari
karna maksud ingin sekali menyenaangkan hati suaminya. Dengan motor pribadi ia
meninggalkan rumah untuk pergi ke rumah bu rosa untuk belajar membuat kue. Tak
ada yang tau tujuan ia pergi, termasuk pembantu rumah dan satpam. Karna sengaja
ingin merahasiakannya.
Dengan niat ingin belajar
yang sebenar-benarnya akhirnya tak butuh waktu lama untuk najwa belajar membuat
kue coklat, sehingga tak begitu kesulitan untuk bu rosa mengajarinya.
Jam telah menunjukkan pukul
18:00, sampai saat ini najwa belum sampai rumah. Sementara zulmi pulang lebih
awal karna alasan tak begitu enak badan. Di luar rumah, hujan begitu deras
dengan anginnya yang kencang seakan menjadikan semua penduduk rumah enggan untuk
keluar karna petirpun menyambar kesana kemari. Ada rasa khawatir dalam diri
zulmi, ia menanyakan pada pembantu dan satpamnya kemana istrinya pergi sampai
tak pulang jam segini. Ia mondar-mandir di ruang tengahnya, sangat mencemaskan
istrinya.
Tok.. tok.. tok.. tok..
assalamualaikum
Dengan segera ia membuka
pintu rumah dan mendapati najwa, istrinya dalam keadaan basah kuyup. Tanpa
sepatah katapun ia langsung memeluk najwa. Sangat erat. Dengan isakan tangis.
Seperti kemarau merindukan hujan. Panas merindukan air. Dan ibu merindukan
anaknya. Ada rasa haru dalam diri najwa. Ia membalas pelukan suaminya dengan
begitu hangat. Merasakan getar-getar cinta mengalir pada keduanya. Beberapa
kali ia mengucap syukur pada Allah yang telah memberikan waktu seindah itu pada
keluarga kecilnya tepat di hari ulang tahun pernikahan mereka.
“maafkan aku mas.. tak izin padamu. Aku ke
rumah bu rosa untuk belajar buat kue coklat. Hari ini adalah hari ulang tahun
pernikahan kita. Dan aku ingin membuatkannya khusus untukmu. Aku sangat
mencintaimu”. Zulmi melepas peluknya dan bersimpuh tepat di hadapannya, namun
dengan cepat najwa mencegatnya.
“maafkan aku sayang.. atas sikapku yang
begitu kasar padamu. Kau perempuan paling baik yang tuhan berikan untukku. yang
melatar belakangiku seperti itu karna waktu itu aku tak bisa melupakan mantan
kekasihku. Dan berlaku keras kepada siapapun yang ada di sekitarku. Bahkan aku
tak pernah tau dengan perjodohan itu. Karna itu adalah rencana keluargaku yang
sudah tak punya cara lain untukku. aku tak pernah mensyukurimu. Kau terbaik..
sungguh.. ya Allah.. “ ia tak dapat melanjutkan kata-katanya. Berkali-kali
menciumi tangan istrinya. Rasa bahagia memenuhi jiwa dan raga najwa. Tuhan
mendengar do’anya. Dan janji Allah tepat, benar-benar indah untuk orang-orang
yang bersabar. Sebagaimana sabda Rasulullah:”sungguh menkjubkan urusan seorang
mukmin. Semua urusan baik baginya, dan kebaikan itu tidak dimiliki kecuali oleh
seorang mukmin. Apabila ia mendapat kesenangan ia bersyukur. Dan itulah yang
terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah, ia bersabar. Dan itulah yang
terbaik untuknya.”(H.R. Muslim).
“maukah kau shalat berjama’ah denganku?” kalimat itu tentu yang
paling di tunggu oleh najwa. Mendekatkankan cinta dan menguatkannya hanya untuk
Allah semata. Ia mengangguk cepat dengan sebaris senyum yang tak pernah usai.
Malam itu sungguh telah
menjadi malam indah bagi keduanya. Hati diliputi rasa damai. Maha suci allah
atas segala rahasia dan rencananya yang selalu menakjubkan.
“mas, aku punya hadiah untukmu..” ujar najwa mengawali
pembicaraan, usai shalat
“iya
sayangku, apakah itu?” Tanya zulmi penuh antusias. Najwa tersenyum simpul.
Matanya sesekali melirik manja pada suaminya.
“insya Allah sebentar lagi kau akan jadi ayah” katanya sumringah
“subhanallah.. benarkah itu?” Tanya zulmi tak percaya, dengan
penuh kebahagiaan. Najwa mengangguk cepat. Betapa malam itu seakan malam
hanyalah milik mereka berdua. Benar bahagia. Sangat bahagia. Bahagia
sepenuhnya.. utuh bahagia. Iya, bahagia..
“kita tidur saja .. nanti khawatir telat shalat tahajudnya
sayang” ajak zulmi.
****
Kau cantik sekali sayang.
Wajahmu berseri-seri. Begitu anggun. Subhanallah.. senyummu, tuhan telah
menjadikannya senyum terindah. Kau bidadarikah?. Tak pernah ku lihat wajah
seelok dirimu. Cahaya matamu ibarat cahaya bintang paling terang yang paling
mudah kuraih malam itu. Namun mengapa aku tak dapat menyentuhmu malam ini. Kau
begitu jauh.. sangat jauh.. jangan pergi sayang.. najwa.. najwa..
Allah! Ternyata itu hanya
sebuah mimpi. Nafasnya masih ngos-ngosan. Keringat dingin bercucuran dari dahi
hingga dagu. Dengan cekatan ia meraih segelas air di samping tempat tidurnya.
Lalu pelan, memandang istrinya yang begitu pulas. Senyumnya sama persis dengan
yang ia lihat dalam mimpinya. Pelan pula, ia mengelus rambutnya..
“sayang, bangun yuk. Shalat malam dulu..
kita berjama’ah” bisiknya pelan di telinganya. Tak bergerak sedikitpun. Ia
ulangi lagi kalimatnya berkali-kali. Tetap tak ada respon. Mulai khawatir. Ia
letakkan jarinya ke hidung istrinya, betapa terkejutnya ketika didapati
istrinya sudah tak bernyawa lagi. Rasa tak percaya menyerangnya.
“najwaaaaaaaaaaaaaa..” teriaknya penuh tangis.
Tak dapat menyalahkan. Hanya
rasa sesal. Kebahagiaan ibaratnya tak pernah sebentar. Semua akan terasa ketika
semuanya pergi.. tak akan terganti..
“dear
suamiku tercinta..
Allah,
aku tak pernah mengerti sikap dari suamiku. Apakah hadirku memang tak di
butuhkannya?, aku berharap aku tak pernah berprasangka seburuk itu walaupun
perlakuannya masih saja khilaf padaku. Aku selalu berusaha berikan yang terbaik
untuknya. Sesuai nasehat ibuku. Dan aku tak akan pernah menceritakan pada
siapapun terkait kekhilafannya, karna aku tak ingin semua orang membencinya,
menelantarkannya, terlebih menjauhinya. Na’udzubillah.. tak pernah ku harapkan
..
Dear
belahan jiwaku..
Mas,
aku begitu merindukanmu saat ini. Apakah kau sudah makan bekal yang ku berikan
untukmu? Aku berharap kau tak pernah membuangnya. Luka di pipiku masih terasa
perih, semoga Allah selalu melindungimu. I love you
Dear
cintaku..
Mas,
aku hamil!. Aku masih belum siap mengatakannya padamu. Aku takut kabar bahagia
ini mengganggu fokusmu pada pekerjaan kantor. Sebentar lagi hari ulang tahun
pernikahan kita yang pertama. Insya Allah, aku akan memberitahumu pas hari jadi
kita nanti. Aku bahagia memilikimu..
zulmi tak kuasa melanjutkan
membaca surat yang telah di tulis istrinya semasa hidupnya. Ia temukan di balik
kasur di kamarnya. Begitu banyak ia tulis curahan hatinya. Rasa menyesal, duka,
masih terselimuti dalam dirinya. Tak ada yang abadi. Sebelum tanah kubur terasa
basah, sayangilah orang-orang yang menyayangi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar