Post Top Ad

Pengikut

Kamis, 13 April 2017

cerpen



Setegar hati Najwa

   pesan umi untukmu anak gadisku, jadilah istri yang patuh kepada suaminya. Selama dalam jalan yang tidak di murkai Allah. Tunduklah kepadanya dengan syukur, pandai mendengarkan perintah. Buatlah mata hidungnya senang, jangan sampai matanya memandangmu dalam keadaan jelek, dan hidungnya mencium bau tak sedap darimu. Perhatikan makan dan tidurnya, karna lapar akan membangkitkan amarahnya, begitu juga dengan mengusik tidurnya bisa mengundang amarah. Jagalah harta dan keluarganya. Karna memiliki harta adalah takdir yang bagus. Menyakiti keluarganya sama saja dengan menyakiti dirinya”
Najwa mendengarkan dengan begitu seksama, hingga tanpa sadar butir-butir halus mulai bercucuran dari sudut matanya yang indah. Usai mencium tangan ibunya, ia memohon untuk di doakan kebaikan untuk keluarga yang akan di tempuhnya bersama laki-laki yang baru di kenalnya dari perjodohan orang tuanya, dengan harapan agar senantiasa di limpahkan rahmat dari sang maha penguasa. Kemudian ibunya meninggalkannya seorang diri di kamar yang penuh dengan bunga, kamar pengantin.
Rengekan pintu terdengar di balik ranjangnya, ia dengan lekas menghapus sisa air mata. Bangkit dari tempat tidur untuk menyambut lelaki yang kini jadi suaminya itu, zulmi
      “assalamualaikum, mas” sapanya  hangat, penuh senyum
Laki-laki itu acuh, jangankan menjawab salamnya. Melihat kearahnya saja tidak. Seperti di abaikan. Tapi najwa tak membiarkan hatinya berprasangka yang tidak-tidak pada lelakinya itu. Pikirnya, mungkin ia sedang lelah karna acara walimah tadi. Atau mungkin dia masih merasa malu karna baru pertama kali bertatapan atau lebih dekatnya, sekamar dengannya.
Malam menunjukkan jam 22:00, seperti biasa kebiasaan najwa sebelum tidur tak ingin ia tinggalkan walaupun posisinya sudah sebagai seorang istri, shalat sunah dua raka’at. Ia pandangi suaminya yang tetap dengan kemeja tidur lepas di ranjang pengantin. Masih tanpa sapa seperti pengantin kebanyakan. Najwa membenahkan dirinya seusai shalat.
    “mas, tak mau bersih-bersih badan dulu kah?, biar tidurnya lebih enakan” katanya sopan di samping suaminya yang terbaring.
      “hey, sejak kapan aku membolehkanmu mengatur hidupku. Dasar perempuan!”
Allahu akabar!, jantunganya berguncang hebat. Adakah yang salah atas sikapnya?, ataukah sebegitu lancang kah ia untuk memberikan perhatian pada suaminya sendiri?, astaghfirullah, perasaan yang berbeda seketika berperang dahsyat dalam dirinya. Ia merasa bersalah karna baru saja ia hidup dengan suaminya ia sudah membuatnya murka. Padahal masih berjarak beberapa jam saja dari nasehat ibunya. Akhirnya, perasaan bermacam-macam itu dengan sendirinya ia tanggalkan, karna dikalahkan oleh rasa kantuk yang begitu saja menyuruhnya untuk istirahat.
                                                ****
Ia lupakan semua kejadian semalam. Meyakini saja bahwa sikap suaminya tak lain hanyalah bawaan dari rasa lelah yang di rasakannya. Malam pertama terlewati dengan begitu saja. Najwa ingin mengawali pagi ini dengan bermesra pada yang memiliki hidup. Istiqamah shalat malam. Dengan pelan ia meninggalkan ranjang, berjalan menuju kamar mandi penuh hati-hati agar zulmi tak trerbangunkan karna dirinya.
Begitu deras tuhan mengalirkan kedamaian atas jiwa seorang hamba yang ingin mendekatkan dirinya kepada yang maha kuasa. Sujud yang panjang, adalah cara tuhan mendengarkan seruan hambanya dengan sedekat-dekatnya. Dalam kesunyian di sepertiga malam, tuhan menjanjikan kepada setiap umatnya yang berdoa kepadanya dengan rasa ikhlas, untuk di angkat dan lebih mudah makbul. Bintang bertaburan sebagai tanda kuasa tuhan yang tak pernah dapat di ciptakan bentuk serupa sepertinya oleh manusia yang berakal dangkal, dan tak berdaya. Subuh ini, najwa memimpikan untuk bisa shalat berjama’ah dengan suaminya, namun hal itu tidak didapatkannya. Shalat masing-masing.
Pagi ini. Ia berusaha menyiapkan masakan untuk suaminya. Najwa menanyakan kepada beberapa keluarganya untuk menayakan masakan kesukaan zulmi. Ternyata tidak terlalu sulit. Hanya mie ikan kuah dan minuman jus apel di pagi hari. Dengan semangat ia mulai cekatan memasak dengan harapan suaminya akan senang dan menyukai maskaannya. Masakan yang sudah tentu enak, karna selain ia pandai membantu ibunya untuk memasak, ia juga memiliki keterampilan dalam menu-menu yang ia pelajari dengan cepat untuk di praktekkan dengan hidangan yang istimewa pula dari seorang istri.
Zulmi mulai menuruni tangga rumahnya dengan membetulakn kancing baju di tangan kirinya.
    “selamat pagi mas. Sarapan dulu yuk. Sudah kusiapkan masakan kesukaanmu..” ucapnya dengan sesungging senyum
    “makan kau saja dulu, aku takut terlambat. Nanti makan di kantor saja” belum sempat ia mencium tangan suaminya sebelum pergi bekerja, ia sudah disirami rasa kecewa, karna lelahnya sama sekali tak terbayarkan. Namun ia tetap mengantar suaminya sampai kedepan pintu rumah. Ia abaikan semua sikap suaminya yang begitu dingin, karna tak selamanya sikap manusia yang kasar akan menjadi kasar jika kita sikapi dengan sabar dan penuh kehangatan, maka tuhan hakikatnya hanya menyruh untuk menuggu waktu dengan penuh keikhlasan.
                                                          ***
Waktu berjalan dengan begitu cepat. Namun masih saja sikap zulmi seperti itu saja tak berubah. Sampai terbesit dalam pikirnya, mungkinkah ada perempuan lain yang menjadi alasan sikap suaminya demikian. Ataukah ia hanya menjalani rumah tangga ini dengan penuh keterpaksaan. Ahh, semua tetap berjalan begitu saja, bahkan masih mujur jika hanya sikap dingin itu yang najwa rasakan, tak jarang jika tamparan-tamparan keras sering ia rasakan akhir-akhir ini. Masih dengan sikap yang tidak dapat di mengerti. Bagaimana ia dapat mengerti, jika tiba-tiba saja ketika ia bertanya, sama saja dengan orang terdakwa dengan kesalahan yang begitu besar. Pernah waktru itu ia mencambuk najwa dengan ikat pinggang sepulang kerja, karna najwa lancing membukakan dasinya dengan niatan ingin membantunya. Malah salah di mata suaminya. Terlambat menyediakan air hangat untuk mandi, najwa malah di kurung berjam-jam dalam kamar mandi. Semua itu masih terasa tak seberapa jika di bandingkan dengan perlakuan zulmi saat mengajak najwa ke sebuah mall untuk belanja keperluan rumah tangga, karna  terlalu lama menunggu najwa yang membayar pada kasir karna antre yang waktu itu dikatakan cukup ramai, ia memarahi habis-habisan di depan umum dengan menyeret tangannya dengan begitu kasar setelah di tamparnya berkali-kali. Hingga membuat bengkak di antara pipi dan pelipisnya.
Najwa masih saja menutupi perlakuan yang sering di terima dari suaminya dengan tidak hormat itu kepada keluarganya. Walaupun beberapa dari mereka sudah tau dari satpam yang bekerja dirumahnya setiap hari. Namun najwa selalu menyimpan kepedihan hatinya, dengan mengatakan bahwa semua itu terjadi karna keteledoran dan kesalahan yang ia perbuat, bukan karna sikap suaminya yang kasar. Bahkan ia selalu membuat-buat cerita bahwa suaminya selalu memberikannya kejutan dan hadiah kepadanya dengan perlakuan yang begitu romantic. Yah, memanglah semua berbanding jauh dari apa yang sebenarnya terjadi namun semuanya itu ia lakukan semata untuk menghormati suaminya dan memperlakukannya tetap sebagai orang nomor satudalam hatinya.
Hanya meyakini sebuah do’a, yang tak pernah ada hijab tebal untuk tuhan mengabulkan do’a hambanya yang bersungguh-sungguh. Merintih dengan air mata yang mulai kering, karna terkuras dengan kepedihan hati dan luka yang masih begitu menganga di wajahnya. Ada apa sebenarnya dengan rencana Allah?, apakah ada yang salah dari pernikahannya?, ataukah ia hanya ingin menguji kesabaran dirinya untuk di tempatkan pada posisi perempuan-perempuan beriman tinggi dengan kesabaran yang tak pernah berujung. Terkadang ia merasa bersalah kepada tuhan karna tidak mensyukuri setiap detik yang di takdirkan tuhan untuknya. Bukankah semua tak pernah ada yang sia-sia? Bukankah tuhan tak pernah tidur untuk melindungi dan melihat setiap hati yang berkata dan air mata yang berucap dari hambanya?, bukankah setiap semua yang terjadi akan ada hikmahnya?, dan bukankah setiap ujian yang tuhan berikan tak pernah berlaku selamanya dan akan ada akhir yang indah?. Dan, ya Allah, jika bukan karnamu, betapa banyak orang-orang yang telah bunuh diri karna merasa tak ada jalan lain selain dengan mengakhiri hidup dengan cara yang begitu tragis, dan semua itu di karna melemahnya iman?, oh betapa beruntungnya aku. Bimbinglah diri ini yang hina dengan penuh keikhlasan. Bisiknya dalam hati setiap selesai shalat.
***Pagi ini, rumah seperti biasa tampak sepi. Hanya suara radio yang terdengar dari pos satpam di depan. Najwa masih tak meninggalkan shalat yang di istiqamahkan untuk mensyukuri nikmat tuhan hari ini. Zulmi telah meninggalkan rumah pagi mentah tadi. Katanya, ada urusan di kantornya yang harus segera di selesaikan, tak bisa di tunda. Walaupun tak sesering suami-suami pada umumnya yang biasanya inginkan menyantap sarapan pagi di rumah bersama keluarga, namun najwa sudah terbiasa dengan hal itu. Bahkan ia tak pernah lupa untuk membawakan bekal makanan untuk suaminya jika didapati suaminya berangkat dengan peut kosong, dengan menu yang berbeda tapi tak pernah luput dari jus apel, kesukaannya. Tak bermasalah jika makan bersama keluarga kecilnya tak sesering keluarga harmonis lainnya, ia hanya percaya bahwa semua akan indah pada waktunya.
Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan najwa dan zulmi yang pertama. Pagi ini pula najwa telah memiliki rencana untuk memberikan kejutan sederhana kepada suaminya jika sudah pulang bekerja nanti. Yaitu dengan memberikannya kue coklat buatannya kepada suami tercinta. Ia akan belajar membuat kue coklat itu pada bu rosa pagi ini. Dan akan membuatkannya sore nanti. Agenda ini telah di rancangnya jauh hari karna maksud ingin sekali menyenaangkan hati suaminya. Dengan motor pribadi ia meninggalkan rumah untuk pergi ke rumah bu rosa untuk belajar membuat kue. Tak ada yang tau tujuan ia pergi, termasuk pembantu rumah dan satpam. Karna sengaja ingin merahasiakannya.
Dengan niat ingin belajar yang sebenar-benarnya akhirnya tak butuh waktu lama untuk najwa belajar membuat kue coklat, sehingga tak begitu kesulitan untuk bu rosa mengajarinya.
Jam telah menunjukkan pukul 18:00, sampai saat ini najwa belum sampai rumah. Sementara zulmi pulang lebih awal karna alasan tak begitu enak badan. Di luar rumah, hujan begitu deras dengan anginnya yang kencang seakan menjadikan semua penduduk rumah enggan untuk keluar karna petirpun menyambar kesana kemari. Ada rasa khawatir dalam diri zulmi, ia menanyakan pada pembantu dan satpamnya kemana istrinya pergi sampai tak pulang jam segini. Ia mondar-mandir di ruang tengahnya, sangat mencemaskan istrinya.
Tok.. tok.. tok.. tok.. assalamualaikum
Dengan segera ia membuka pintu rumah dan mendapati najwa, istrinya dalam keadaan basah kuyup. Tanpa sepatah katapun ia langsung memeluk najwa. Sangat erat. Dengan isakan tangis. Seperti kemarau merindukan hujan. Panas merindukan air. Dan ibu merindukan anaknya. Ada rasa haru dalam diri najwa. Ia membalas pelukan suaminya dengan begitu hangat. Merasakan getar-getar cinta mengalir pada keduanya. Beberapa kali ia mengucap syukur pada Allah yang telah memberikan waktu seindah itu pada keluarga kecilnya tepat di hari ulang tahun pernikahan mereka.
    “maafkan aku mas.. tak izin padamu. Aku ke rumah bu rosa untuk belajar buat kue coklat. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kita. Dan aku ingin membuatkannya khusus untukmu. Aku sangat mencintaimu”. Zulmi melepas peluknya dan bersimpuh tepat di hadapannya, namun dengan cepat najwa mencegatnya.
    “maafkan aku sayang.. atas sikapku yang begitu kasar padamu. Kau perempuan paling baik yang tuhan berikan untukku. yang melatar belakangiku seperti itu karna waktu itu aku tak bisa melupakan mantan kekasihku. Dan berlaku keras kepada siapapun yang ada di sekitarku. Bahkan aku tak pernah tau dengan perjodohan itu. Karna itu adalah rencana keluargaku yang sudah tak punya cara lain untukku. aku tak pernah mensyukurimu. Kau terbaik.. sungguh.. ya Allah.. “ ia tak dapat melanjutkan kata-katanya. Berkali-kali menciumi tangan istrinya. Rasa bahagia memenuhi jiwa dan raga najwa. Tuhan mendengar do’anya. Dan janji Allah tepat, benar-benar indah untuk orang-orang yang bersabar. Sebagaimana sabda Rasulullah:”sungguh menkjubkan urusan seorang mukmin. Semua urusan baik baginya, dan kebaikan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila ia mendapat kesenangan ia bersyukur. Dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah, ia bersabar. Dan itulah yang terbaik untuknya.”(H.R. Muslim).
      “maukah kau shalat berjama’ah denganku?” kalimat itu tentu yang paling di tunggu oleh najwa. Mendekatkankan cinta dan menguatkannya hanya untuk Allah semata. Ia mengangguk cepat dengan sebaris senyum yang tak pernah usai.
Malam itu sungguh telah menjadi malam indah bagi keduanya. Hati diliputi rasa damai. Maha suci allah atas segala rahasia dan rencananya yang selalu menakjubkan.
      “mas, aku punya hadiah untukmu..” ujar najwa mengawali pembicaraan, usai shalat
“iya sayangku, apakah itu?” Tanya zulmi penuh antusias. Najwa tersenyum simpul. Matanya sesekali melirik manja pada suaminya.
      “insya Allah sebentar lagi kau akan jadi ayah” katanya sumringah
      “subhanallah.. benarkah itu?” Tanya zulmi tak percaya, dengan penuh kebahagiaan. Najwa mengangguk cepat. Betapa malam itu seakan malam hanyalah milik mereka berdua. Benar bahagia. Sangat bahagia. Bahagia sepenuhnya.. utuh bahagia. Iya, bahagia..
      “kita tidur saja .. nanti khawatir telat shalat tahajudnya sayang” ajak zulmi.
                                                          ****
Kau cantik sekali sayang. Wajahmu berseri-seri. Begitu anggun. Subhanallah.. senyummu, tuhan telah menjadikannya senyum terindah. Kau bidadarikah?. Tak pernah ku lihat wajah seelok dirimu. Cahaya matamu ibarat cahaya bintang paling terang yang paling mudah kuraih malam itu. Namun mengapa aku tak dapat menyentuhmu malam ini. Kau begitu jauh.. sangat jauh.. jangan pergi sayang.. najwa.. najwa..
Allah! Ternyata itu hanya sebuah mimpi. Nafasnya masih ngos-ngosan. Keringat dingin bercucuran dari dahi hingga dagu. Dengan cekatan ia meraih segelas air di samping tempat tidurnya. Lalu pelan, memandang istrinya yang begitu pulas. Senyumnya sama persis dengan yang ia lihat dalam mimpinya. Pelan pula, ia mengelus rambutnya..
    “sayang, bangun yuk. Shalat malam dulu.. kita berjama’ah” bisiknya pelan di telinganya. Tak bergerak sedikitpun. Ia ulangi lagi kalimatnya berkali-kali. Tetap tak ada respon. Mulai khawatir. Ia letakkan jarinya ke hidung istrinya, betapa terkejutnya ketika didapati istrinya sudah tak bernyawa lagi. Rasa tak percaya menyerangnya. “najwaaaaaaaaaaaaaa..” teriaknya penuh tangis.
Tak dapat menyalahkan. Hanya rasa sesal. Kebahagiaan ibaratnya tak pernah sebentar. Semua akan terasa ketika semuanya pergi.. tak akan terganti..
“dear suamiku tercinta..
Allah, aku tak pernah mengerti sikap dari suamiku. Apakah hadirku memang tak di butuhkannya?, aku berharap aku tak pernah berprasangka seburuk itu walaupun perlakuannya masih saja khilaf padaku. Aku selalu berusaha berikan yang terbaik untuknya. Sesuai nasehat ibuku. Dan aku tak akan pernah menceritakan pada siapapun terkait kekhilafannya, karna aku tak ingin semua orang membencinya, menelantarkannya, terlebih menjauhinya. Na’udzubillah.. tak pernah ku harapkan ..
Dear belahan jiwaku..
Mas, aku begitu merindukanmu saat ini. Apakah kau sudah makan bekal yang ku berikan untukmu? Aku berharap kau tak pernah membuangnya. Luka di pipiku masih terasa perih, semoga Allah selalu melindungimu. I love you
Dear cintaku..
Mas, aku hamil!. Aku masih belum siap mengatakannya padamu. Aku takut kabar bahagia ini mengganggu fokusmu pada pekerjaan kantor. Sebentar lagi hari ulang tahun pernikahan kita yang pertama. Insya Allah, aku akan memberitahumu pas hari jadi kita nanti. Aku bahagia memilikimu..
zulmi tak kuasa melanjutkan membaca surat yang telah di tulis istrinya semasa hidupnya. Ia temukan di balik kasur di kamarnya. Begitu banyak ia tulis curahan hatinya. Rasa menyesal, duka, masih terselimuti dalam dirinya. Tak ada yang abadi. Sebelum tanah kubur terasa basah, sayangilah orang-orang yang menyayangi kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar