Post Top Ad

Pengikut

Rabu, 07 Juni 2017

Cerpen Arti Cinta, By : Mahendra M,R

 Langit Membiru Laut Memukau
Hari itu, tahun kemarin adalah waktu yang menjelma menjadi beberapa kado istimewa dalam sajak-sajakku. Perjalanan yang melintasi mata kakiku, menjadi manusia sejati membuat keegoan tersendiri bermunculan. Tutup tahun terlewati oleh hari ke masa, menjadikan beberapa memoriku terhapus total. Namun ada dimana saatnya aku melihatnya kembali. Dan hari ini, aku mulai ceritakan kisah langit yang masih sama, laut yang tetap menjelma menjadi penguasa daratannya, seperti cerita dongeng dewa neptunus penguasa laut sejatinya. Cahaya sedikit itu mengintip dari balik perisai kokoh, yang biasa manusia sebut lembah emas oleh cahayanya yang berkilau ketika senter bundar itu telah bersinar. Begitupun dengan bunyi meleking yang mengganggu saat pagi tiba, sedikit demi sedikit ku coba buka mata yang rekat dalam air yang membeku ini. Hingga beberapa suara aneh telah membangunkan mimpi khayalku tadi malam. Sempat berfikir ingin ku bunuh jam alarm itu, namun ku ingat kembali bahwa itu adalah kado spesial malam tahun baru yang lalu. Beberapa tembusan-tembusan kuning jingga telah memaksa menorobos masuk dalam dinding-dinding kamarku. Hingga ada tiga sampai empat tirai berupa kain sutra putih warna kulitnya, layaknya bunglon yang beradaptasi oleh tempat populasinya. Aku mencoba segarkan wajah kusut tak beraturan ini pada pancaran air yang menembus lubang pori-pori mukaku, meski terkadang lamunan ini menyiksa dan mengingatkan mimpi yang semalam. Seraya lamunan ini berlangsung, teringat rasa sentuhan jemari tanganmu, ku teringat walau telah pudar, hingga suara tawamu ku rindu meskipun ku tak ingin merindu, tanpamu langit tak berbintang, tanpamu apa yang kurasa. “ Ah... lagi-lagi melamunkan sesuatu yang aneh”, ungkapku. Aku terlahir biasa dalam keluarga yang seadanya ini, dan tak membuat semangat juang hati yang berkobar menjadi luluh dengan keadaan peristiwa enam tahun lalu, yang meruntuhkan rumahku. Amukan si jago merah menggempur luluh lantahkan semua yang di lihatnya, termasuk tempatku tinggal. hanya menyisakan beberapa puing-puing atap rumahku dan tembok yang masih menempel. Masa kelam itu terkadang selalu menghantui pikiran ini. Pagi itu aku langsung berangkat menuju tempatku menempuh ilmu, bersama sepeda buntut ini yang menjadi sahabat karibku sejak SMA kelas dua, sampai saat ini pun aku masih duduk di bangku kuliah dan baru menempuh semester tiga. Sampai di kampus tempatku berkreasi itu tiba di sebuah parkiran kampus yang berjejer beberpa roda sangat rapi ku lihat jauh dari jarak dua puluh meter penglihatan ini tak sengaja menangkap sosok dengan kerudung putih dan mata melengkung yang berlindung di bawah alis tebalnya, ku tak mengerti ini apa, melewati badan ini seakan gemetar layaknya terkena sabitan listrik. Tambah membuatku tak mengerti dengan jantung yang berdetak. Tiba-tiba dari arah belakang, aku di kagetkan oleh sentuhan tangan yang memegang pundakku. “ Dik ?” suara itu langsung menggertakku, usai sudah tatapanku kepada kerudung merah yang sempat ku lihat itu. Berbalik arah kemudian aku menoleh pada tangan yang memegang pundakku. “ Ku pikir siapa kau ron “, jawabku dengan nada biasa saja, karena terkejut seketika dia memegang pundakku. “ hehe.. sory, aku mengagetkanmu dik, mari kau tak mau masuk kelas ?” ajaknya padaku. “ Ya duluan ron” masih dengan nada sinis aku menjawabnys, karena memang aku sangat tak suka ketika ada yang mengagetkanku, saat aku fokus pada satu objek. Satu minggu kemudian, di hari yang sama, senin itu, tidak tau ada angin apa, sosok itu muncul lagi dengan warna kerudung yang berbeda,  namun dengan lipatan kerudung dan model yang sama sosok itu masih berjalan sepuluh meter dari arah pandanganku. “Ingin sekali rasanya aku berkenalan dengan wajah anggun pelangi jatuh ini”, ungkapku dalam hati,. Namun masih tak kuasa aku tak biasa berkata apapun ketika sosok itu telah melewati depan lampu sepeda motorku. Satu minggu pun telah berlalu lagi, dan masih di hari yang sama, langitr yang sama dan keadaan yang masih sama pula, seakan membuat hati yang berontak tak karuan bertanya-tanya ada apa, dengan alunan lambayan tangannya di minggu ketiga di hari yang sama, sekali lagi aku berhasil melihat sosok dengan kerudung istimewa itu lagi, sudah tiga minggu ini tiga kerudung yang berganti dengan lipatan yang masih sama, berjarak sepuluh meter di depanku sosok itu berjalan. Saat itu pula ku mencoba menekatkan diriku untuk tau siapa dirinya perempuan itu. Dan hari ketiga itu pula tanpa ada rencana apapun yang aku pikirkan, “Heii.. sepertinya tiga minggu ini aku selalu diperhatikan ?” seketika mulutku tak bisa berbicara layaknya terisolasi oleh banyak lem yang ku makan. Aku tak menyangka dirinya seberani ini mendatangiku terlebih dahulu, dan menanyakan sesuatu yang tak pernah aku pikirkan dari dua minggu yang lalu. “Anu.. aemmm.. itu.. “ terbata-bata saat dia menanyaku. “ kenapa kamu seperti itu, bukannya ini tidak ada yang salah ? atau apakah mungkin aku yang salah” paparnya padaku. “oh, tidak .. tidak.. aku hanya kaget saja, tiba-tiba ada pertanyaan seperti itu”, seraya kucoba untuk mengatur nafas saat perempuan itu lebih lama menatap mataku, layaknya polisi yang mengawasi tahanannya. “kalau boleh tau kamu siapa ?” tanyanya padaku seketika itu. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung memperkenalkan siapa diriku, meski ada sedikit rasa canggung dalam diriku hari itu . “ Dika, lebih tepatnya Andika Purnomo, Panggil saja Dika”. Ucapku padanya. Meski masih sedikit gemetar ketika ku perkenalkan namaku padanya, hanya bisa kulihat senyuman manja dari lesung pipinya yang manis itu. “aku Andin, lebih tepatnya juga Andini, namun biasa di panggil Andin “ dengan mengulurkan jabatan tangan tanpa ada rasa malu sedikitpun padaku. “Sudah semester berapa andin?” tanyaku padanya dengan nada yang masih agak sedikit gugup, ” sama seperti denganmu dik “, lagi-lagi dengan santainya perempuan itu menjawab. “emm.. gitu.. ” jawabku datar. Tiba-tiba pertemuan itu usai seketika, Saat Andin langsung pergi dengan waktu yang sudah tak mendukung kami untuk cepat-cepat masuk kelas yang berbeda. Perkenalan singkat itu mengantarkan pertemuan yang sangat bersejarah padaku hari itu. Setelah hari itu usai lebih lama lagi aku semakin rindu terhadap suaranya lagi. Masih di tempat yang sama, aku menuggu kedatangannya di parkiran kampusku. Setelah hari kemarin aku berjabat tangan dengannya, Dari kejauhan pula aku berhasil melihat lagi saat dirinya dengan sepeda kecilnya menuju ke arahku, layaknya cinderella dengan kereta kencananya. Aku mencoba untuk memberanikan diri menyapanya terlebih dahulu “ hei... Andin ? “ sapaku padanya. Dengan sedikit senyuman manisnya lagi-lagi memebuat pecah seisi fikiranku padanya. “iya dik..” jawabnya lembut padaku. Namun apa yang terjadi ketika mobil avanza dari belakang tempat kami berdiri tiba-tiba mengklakson pertemuanku dengan Andin. “ Din, ayok cepat masuk nanti kita telat “ suara yang tiba-tiba mengejutkanku. Dari balik kaca mobilnya suara itu datang dan sedikit membuka pnitu untuk Andin. “ Andin, dia siapa ?” tanyaku padanya. Dengan nada suara yang terburu-buru itu dirinya berkata “ Maaf Dik, aku harus pergi dulu, orang yang memanggilku itu kekasihku “ ungkapnya padaku. Tidak ada angin topan, tidak ada badaipun pagi itu, namun terasa bagiku seperti ada yang mengulas fikiran dan jiwa layaknya di diterbangkan angin puting beliung, dan pada akhirnya aku tak bisa berfikir jernih lagi, emosi,sedih,amarah, tidak tau apa namanya lagi saat terdengar kata dari Andini bahwa dirinya telah mempunyai seorang kekasih, dan ternyata telah ada orang yang terlebih dulu ada dan mendahuluiku mencapai gerbang cintanya. Apakah ini cinta ? apakah cinta yang sebagian manusia selalu mengatakan pasti ada rasa sakit yang tak bisa dijelaskan oleh logika, apa aku telah jatuh hati pada sosok Andin ini, Tuhan mengapa kau ciptakan hati, ketika aku telah bisa merasakan apa itu cinta kau patahkan juga. Seketika ungkapku dalam hati, sejenak ku berpikir dalam hati saat renungan itu tiba-tiba musnah dan aku mulai berjalan untuk memasuki kelas kuliahku. Beberapa minggu telah berlalu, dari kejadian itu, aku berusaha untuk melupakan semua yang telah terjadi , namun ingatan itu tetap saja ada, dan menghantui setiap mimpi malam-malamku. Seraya dengan itu pula aku sudah tak melihat lagi sosok Andin di kampus, dan seperti biasa saat aku menunggunya di parkiran. Dan timbul beberapa pertanyaan lagi dalam benakku, mengapa aku tak bisa melihatnya lagi, atau jangan-janagan dirinya telah tak ingin bertemu denganku lagi. Namun apa salahku sehingga tak ada pertemuan lagi ? beberapa pertanyaan yang tak bisa kumengerti sendiri. Tidak tau mengapa seketika ada dorongan yang membuatku untuk mencari Andin. Hari itu ku mencoba datangi kelas kuliahnya dan ternyata dirinya tidak masuk kelas kuliah, telah beberapa minggu dari pertemuanku dengannya hingga saat ini Andin menghilang, seperti di telan bumi dirinya menghilang tanpa ada kabar sekalipun. “Bodohnya aku waktu pertama kali bertemu tak meminta kontak handponennya “ ungkapku dalam hati yang bergumuru seketika itu. Keesokan harinya aku mencoba lagi untuk mencari tau keberadaan Andin, ada salah satu teman kelasnya yang memberikan info tentang alamat tempat Andin tinggal. Info ini sangat membuatku senang ketika aku langsung berangkat untuk menemui dirinya. Ketika sampai di alamat yang diberitahu oleh salah satu temannya itu, tanpa berpikir panjang aku langsung menekan tombol bel yang sudah menempel di depan gerbang rumahnya itu. Beberapa menit kemudian keluarlah seorang perempuan paruh baya dari rumah tersebut “ ada perlu apa ya mas ?” suara pertanyaan itu mengarah padaku. “ maaf buk sebelumnya, kalau boleh tau apa benar ini rumah Andini ?” tanyaku pada perempuan paruh baya itu. “ iya, benar mas.. ada perlu apa ya ?” tanyanya lagi padaku. Dengan sigap aku langsung menjawab dan menanyakan pada perempuan itu. “ ini saya teman kelasnya Andini, perkenalkan nama saya Andika. Saya mau tanya Andini kemana ? sudah 2 minggu ini Andini tidak masuk kuliah.” Dengan ungkapanku yang sedikit berbohong mengaku teman kelasnya tiba-tiba seketika perempuan itu sejenak diam dan lalu masuk kedalam rumahnya lagi. Aku pun sempat tak mengerti pula mengapa perempuan yang ku nilai seperti pembantunya ini langsung masuk kedalam rumahnya tersebut, tidak terlalu lama perempuan paruh baya itu keluar dari rumahnya dan memberikan sebuah amplop yang tak ku mengerti maksutnya itu apa. Perempuan itu lalu menoleh kesamping kanan dan kiri layaknya teroris yang waspada terhadap ancaman polisi. “ ini mas surat dari non Andini untuk mas. “ dengan menyodorkan amplop yang dipegangnya itu melalaui pagar besi yang membatasi pembicaraan kami. “ maksutnya apa ini buk ?” tanyaku padanya yang masih tak mengerti dengan adanya amplop itu. “ Non Andini tidak ada disini mas, dan non Andini memberikan Amplop ini kepada saya , kalau seandainya suatu saat nanti ada seseorang yang datang menemuinya dan orang itu bernama Andika, maka berikanlah padanya, itu pesan Non Andini pada saya mas, Yasudah saya mau masuk lagi mas.. mari !! ” jelasnya padaku setelah memberikan amplop tersebut dan masuk lagi kedalam rumah itu. Aku hanya bisa termenung saja dengan amplop yang ku pegang itu, masih ada sedikit yang tak ku mengerti dan sedikit penasaran apa isi dari amplop itu, Setelah itupun aku langsung beranjak pergi dari rumah Andini dan pulang kerumah. Malampun tiba tanpa mengatakan selamat tinggal terhadap pagi dengan bergantinya senja menjadi bulan, Bintangpun malam itu sangat banyak dan indah serta sejajar bersama porosnya membentuk sebuah cakrawala langit dengan cahaya bulannya yang memanah atap rumahku. Saat itu pula di atas genteng rumahku, aku duduk dan mencoba untuk membuka apa yang tersimpan di dalam amplop yang diberikan oleh pembantu Andini tadi siang, sedikit sobekan dan hentakan jemariku terhadap amplop itu ku mulai membukanya, dan apa yang kulihat, ternyata sebuah surat kecil yang terlipat rapi di dalam amplop itu, setelah kubuka dan ku baca isi sutat kecil itu.
Dear, to ANDIKA PURNOMO
Hei laki-laki dengan sepeda motor butut J, bagaiman kabarmu malam ini, ku harap kau baik-baik saja, diriku hanya menebak-nebak saja bahwa sekarang telah malam ketika kau membaca suratku ini, dan mudah-mudahan ini benar adanya. Setelah kau membaca surat kecilku ini pasti ku tau bahwa dirimu telah mendatangi rumahku. Di hari itu pertama kali kita bertatap muka dengan wajahmu yang sangat lugu, diriku telah merasakan ada gemercik kecil yang berkexamuk dalam hati ini, hanya saja ku tak ingin merespon semuanya, hingga pertemuan kedua dan ketiga itu ku merasa kau harus tau bahwa diriku telah mengagumimu secara diam-diam. Perlahan-lahan setiap malam serasa beberapa kerinduan ini telah menempel di dalam dinding kamarku. Ingin rasanya diriku mengetahui nomor handponemu, namun ku berpikir dua kali, tidak logis kiranya kalau seorang perempuan menanyakannya terlebih dahulu, karena diriku pula merasa punya malu, meski pertemuan ketiga itu diriku langsung mendatangimu terlebih dahulu, karena memang sudah tak tahan dan ingin mencari tahu ada apa pada hatiku dan apa yang terjadi. Hemm... maaf. Bukan maksutku untuk menghilang dari keberadaanku di kampus terutamanya. Dan kejadian kemarin itu kau juga harus tau, bahwa laki-laki yang menjemputku itu tak lain adalah kakakku sendiri, maaf  diriku harus berbohong padamu. Karena diriku takut untuk mencinta, dan yang lebih ku takutkan, aku takut kau nantinya akan merasa kehilangan ketika diriku telah pergi dari dunia titipan ini. Kau juga harus tau Dik... bahwa aku telah mengidap penyakit kanker otak stadium empat. Dan mengapa aku tak ingin mengenal cinta meski ku ingin, karena aku tak ingin menyakiti siapapun, terutama dirimu Andika. Orang tuaku membawaku ke Belanda untuk berobat, di negeri kincir angin ini aku akan menghumbuskan nafas terakhirku ini, semoga kau mengerti akan keadan yang terjadi. Karena aku percaya dimana ada pertemuan pastilah perpisahan yang akan menghantui.

Usai ku baca surat Andini, tak terasa apa yang bersuara di hati ini dari pertama kali aku bertemu dengannya mengisahkan perasaan yang sama. Malam itu sudah menjadi malam yang menyayat bagiku, meski tak ada bekas luka di tangan namun sangat tersa sakit di dalam hati ini, hingga ku terlelap dalam tidurku malam itu di atas genteng rumahku. Satu tahun telah berlalu sejak kejadianku dan kisah Andini kekasih tak sampai itu pergi untuk selama-lamnya dalam kehidupanku dan dunia ini. Masih di hari yang sama, Langit yang masih membiru dan laut pun yang masih memukau menjadi penguasa daratannya. Dengan sepeda buntut ini aku masih ada di parkiran kampus untuk merapikan sepedaku dalam barisan. Setelah ku buka helm yang melekat dalam kepalaku, tak sengaja kulihat mobil avanza di dalam spion sepeda ku itu, mengklakson dan mendatangiku. Setelah ku ingat-ingat kembali hampir mirip dengan mobil yang dimiliki oleh kakak Andini waktu dulu dia menjemputnya di tempat yang sama. Dan terbukalah pintu mobil itu, turun kaki yang pertama kulihatnya sebelum dengan sosok laki-laki yang turun dari mobil mewahnya, seketika itu turun pula sosok kerudung merah muda dengan lipatan yang tak asing bagiku, mengikuti langkah kaki laki-laki yang turun dari mobil mewahnya. Pada saat itu pula dunia seperti berhenti, waktu pun seketika ikut berhenti pada saat ku lihat sosok “Andini..” ucapku dengan perasaan campur aduk antara gembira dan sedih, serta rindu yang selalu mencekam hati dan jiwaku. “Apakah ini mimpi ?” ucapku pada diri sendiri. “Hei Dik, masih dengan ekspresi yang sama ternyata ya ?” suara itu mengarah padaku dari wajah yang menyerupai Andini kekasih tak sampaiku itu. Lalu ku coba untuk memukul wajah di bagian pipiku untuk memastikan bahwa ini tidaklah sebuah mimpi. Seketika itu hanya ada rasa sakit yang ku rasa dan keadaanpun tidak berubah dengan adanya Andini yang tercengang dengan tingkahku dan kulihat dirinya bersama seorang laki-laki tinggi dan gagah. “Mengapa kau memukuli wajahmu sendiri dik ?” ucapnya padaku. Aku masih tercengang dengan keadaan yang terjadi dan masih bertany-tanya “kau benar Andini, lalu surat itu ?” “tanyaku pada perempuan itu. “ iya .. aku Andini yang mengirimkan surat itu padamu, namun ku titipkakn pada mbok Surti pembantu rumahku, karena aku harus berangkat ke Belanda untuk berobat kesana. Dan Alhamdulillah tuhan masih ingin memberiku hidup kedua, dan mungkin tuhan ingin masih melihatku untuk menjalani hidup ini dengan orang yang bisa menuntunku kejalan yang lurus.” Ungkapnya padaku. Dengan mata yang berkaca-kaca aku pun mengangukkan kepalaku dan memahami semua penjelasan yang Andini katakan terhadapku, dan Andini pun memperkenalkan aku pada saudara laki-lakinya yang tinggi gagah itu. Dari kejadian itu pula aku bisa mengoreksi diri dengan apa yang terjadi dan aku percaya bahwa tidak ada seorangpun yang tau terhadap rahasia tuhan, cukup kita tawakkal dan istiqomah saja, seraya kejadian dan kejadian berlalu, banyak pelajaran yang bisa di petik dari seorang Andika Purnomo, bahwa hidup itu dinamis, hidup itu masalah, ketika seseorang tak ingin mengenal apa itu masalah maka matilah saja, bersamaan dengan kisah Andika  yang kembali lagi mendapatkan kekasih tak sampainya dari seorang Andini, meski harus menunggu dalam satu tahun dengan kepedihan yang selalu meekat di dalam lubuk hatinya,namun Andika sangat percaya bahwa Andini adalah kado spesial yang di berikan tuhan padanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar